TRAUMATIS TAHUN 63
Akibat ditetapkannya status Awas di Gunung Agung
membuat para pengungsi yang memiliki kenangan buruk pada saat meletusnya Gunung
Agung di tahun 1963 terkenang kembali. Ni Luh Griya merupakan salah satu
pengungsi dari Desa Sukadana, Karangasem yang mengungsi di wantilan Pura
Sukangneb, Tianyar, Karangasem. Usia nenek ini sekarang adalah 60 tahun. “Untuk
kedua kalinya saya dihadapkan dengan kondisi yang sama, saya merasa sangat
khawatir, jikalau memang kali ini Gunung Agung harus erupsi semoga tidak
sedahsyat dan sehebat dulu.” terangnya.
Ni Luh Griya menceritakan tentang erupsi Gunung
Agung tahun 1963. “Saya masih 6 tahun waktu itu, saya masih ingat dengan jelas
ketika tiba-tiba siang berubah menjadi malam dalam hitungan menit.” Perubahan
tersebut membuat Ni Luh Griya dan keluarga lari tunggang langgang menuju daerah
Kintamani, Bangli.
Orang dahulu berbeda dengan sekarang karena pada
saat erupsi tahun 1963 tidak semua orang mau mengungsi seperti kata Ni Luh
Griya “Dulu orang-orang keras kepala, tidak mengikuti anjuran dari pemerintah,
banyak orang tetap tinggal di rumah masing-masing, itulah yang menyebabkan
banyak korban jiwa pada saat itu.” Trauma mendalam yang dialami nenek berusia
60 tahun itu membuat dirinya dan keluarga mengungsi di Wantilan Pura Sukangneb,
Desa Tianyar Karangasem setelah mendengar perubahan status Siaga ke Awas.
Perasaan trauma yang dialami Ni Luh
Griya sangat jelas terlihat diwajahnya saat Ni Luh Griya mengatakan “Saya tidak
ingin tinggal di rumah apalagi bolak balik Karangasem seperti pengungsi lainnya
karena saya masih merasa trauma ataas kejadian di tahun 63 disamping juga karena
keadaan saya yang tidak memungkinkan sudah tidak seperti dulu, sekarang saya
sudah tua, berjalan saja susah apalagi berlari jika Gunung Agung meletus lebih
baik saya tetap diam di pengungsian”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar