Minggu, 08 Oktober 2017

TACIT KNOWLEDGE

BAHASA PEDAWA BAHASA UNIK

Berbicara tentang Pulau Bali pasti tak akan pernah ada habisnya. Bali terdiri dari sejuta budaya dan tradisi unik. Kali ini saya akan mengulas tentang Bahasa sehari-hari di Desa Pedawa. Desa Pedawa merupakan salah satu Desa Baliaga yang berada di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. Di Buleleng sendiri terdapat 4 Desa Baliaga yang terkenal dengan SCTP yang terdiri dari Desa Sidatapa, Desa Cempaga, Desa Tigawasa dan Desa Pedawa. Desa Baliaga merupakan desa yang masyarakatnya dianggap sebagai penduduk asli Bali, oleh karena itu desa-desa yang termasuk Desa Baliaga memiliki tradisi yang lebih unik dari desa-desa lainnya, mulai dari bahasa sehari-hari, banten yang digunakan dalam rangkaian upacara, dan lain-lain. Berikut ini merupakan bahasa-bahasa dari Desa Pedawa itu sendiri :
1.      Adu ba iii merupakan ekspresi kekaguman yang berarti wah.
2.      Aisti baa yang diungkapkan ketika merasa sedih dan menyesal.
3.      Aku berarti saya, yang biasa digunakan dengan teman sejawat.
4.      Alanganga artinya dihabiskan.
5.      Ames artinya lahap.
6.      Apik artinya bersih dan rapi.
7.      Ara artinya tidak.
8.      Ayang artinya mengajak.
9.      Babuan artinya diatas.
10.  Berek artinya bau.
11.  Binlatasan artinya sebentar lagi.
12.  Carah artinya seperti.
13.  Da artinya jangan.
14.  Dangla artinya aneh.
15.  Dot artinya ingin.
16.  Ee artinya iya.
17.  Gubane artinya penampilan.
18.  Gujat-gujet artinya terguncang.
19.  Inem artinya minum.
20.  Ingken artinya kenapa.
21.  Jaa artinya dimana.
22.  Kado artinya percuma.
23.  Kaka artinya kakak. Kaka merupakan bentuk penghormatan kepada seorang kakak.
24.  Kal artinya mau.
25.  Kanti artinya sama.
26.  Kayuan artinya tempat permandian.
27.  Kedeng artinya tarik.
28.  Kicak artinya kecil.
29.  Kinto artinya begitu.
30.  Ko artinya kamu.
31.  Kosen artinya boros.
32.  Kual artinya nakal.
33.  Kutanga artinya dibuang.
34.  Lem-lem artinya pucat.
35.  Likad artinya jalan yang rusak.
36.  Madak artinya semoga.
37.  Maku artinya kesana.
38.  Mangle artinya asam.
39.  Mecacad artinya bertengkar.
40.  Mediman artinya berciuman.
41.  Megentet artinya berpegangan tangan.
42.  Meglebug artinya jatuh.
43.  Mekale artinya rebut.
44.  Mekarep artinya berpacaran.
45.  Mekepres artinya menggunakan parfum.
46.  Melemeng artiya menginap.
47.  Men artinya  menikah.
48.  Nang artinya dengan.
49.  Ngalap artinya memetik.
50.  Ngamah artinya makan. Di Bali pada umumnya ngamah dikenal sebagai bahasa yang kasar karena biasanya ditujukan kepada binatang, namun di Desa Pedawa sendiri kata tersebut merupakan kata yang akrab.
51.  Ngelamit artinya tidak membayar pada saat berbelanja.
52.  Ngewalek artinya mengejek.
53.  Ngulungang artinya menjatuhkan.
54.  Ngunuh artinya mencari.
55.  Ngunya merupakan prosesi yang dilakukan sebelum pernikahan antara orang Pedawa, ngunya biasanya dilakukan pada sore hari.
56.  Nira merupakan kata yang biasa digunakan untuk menyebut diri kepada orang yang lebih tua.
57.  Nyegang artinya menaruh.
58.  Nyilem artinya menyelam.
59.  Nyuang artinya mengambil.
60.  Panteg artinya tertimpa.
61.  Sander artinya disambar petir.
62.  Sangkol artinya menggendong.
63.  Sema artinya kuburan.
64.  Sembe artinya lampu.
65.  Singa artinya seperti itu.
66.  Suh artinya suruh.
67.  Uba artinya sudah.
68.  Unden artinya belum.
69.  Uraang artinya katakan.
70.  Was artinya pergi.
71.  Waya artinya jalan.

BERITA SEKITAR

BOLAK BALIK PENGUNGSIAN DEMI RUPIAH


            Warga di zona merah dari ancaman letusan Gunung Agung berjumlah 60 orang mengungsi di sebuah Wantilan Pura Sukangneb, Desa Tianyar. Namun siang itu hanya ada 10 orang yang mendiami pengungsian. Sisanya 50 orang pengungsi masih berada di Karangasem. Mereka rela bolak balik pengungsian untuk mengais rupiah. “Lumayan kalau bolak balik, karena harga jambu mente sekarang mahal mencapai 25.000 rupiah per kg, biasanya kita ke Karangasem pagi dan balik lagi kesini jam 5 atau jam 6 sore,” kata salah satu warga Desa Ban Kecamatan Kubu, Karangasem, Wayan Siki yang pada saat itu berada di lokasi pengungsian di Desa Tianyar, Karangasem, Kamis (28/9) pagi.
            “Tapi yang bolak balik hanya para lelaki atau suami-suami kami, rasa takut pasti ada namun keadaan yang membuat mereka tidak memikirkan rasa takut. Logikanya kalau nanti sewaktu-waktu Gunung Agung meletus mereka bisa lari tanpa perlu memikirkan keluarga, kami para wanita hanya bisa berdoa dan menunggu di pengungsian.” Tambah nenek berumur 60 tahun Ni Luh Griya.
            Wayan Siki mengaku dirinya merasa khawatir terhadap suaminya yang harus bolak balik Karangasem dan Tianyar. “Kalau tidak begitu kami tidak akan punya uang. Kalau hanya bergantung dari sumbangan pasti tidak akan cukup karena sampai sekarang sumbangan yang masuk hanya satu karung beras dan satu dus mie instant. Ini saja kami membawa perlengkapan masak dan juga sisa bahan makanan dari rumah.” Seperti apa yang dikatakan Wayan Siki memang benar di tempat pengungsian bantuannya masih sangat minim sehingga mereka harus rela bolak-balik agar mendapat penghasilan lebih guna untuk memenuhi kebutuhan keluarganya di pengungsian walau sebenarnya rasa khawatir dalam dirinya pasti ada.

TADA SUKLA: BANTEN GALUNGAN DESA PEDAWA

                        Gambar di atas merupakan “ Tada Sukla ” salah satu s...